OTONOMI DAERAH HARUS KONSISTEN MENDORONG KESEJAHTERAAN RAKYAT
Tidak kurang dari 350 peserta memadati Gedung Aula FISIP ULM dalam rangka mengikuti Kegiatan Seminar Nasional Jurusan Ilmu Pemerintahan yang digelar pada Sabtu (17/12/2016). Seminar ini mengusung tema “Kepemimpinan Pemda di Persimpangan Jalan: Otonomi vs Sentralisasi” dengan menghadirkan tiga pembicara utama yaitu Gubernur Kalimantan Selatan yang diwakili oleh Asisten I Gubernur Dr. Sutarjo, M.Si, akademisi Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP ULM Setia Budhi, Ph.D, dan akademisi dari FISIP Universitas Diponegoro Dr. Teguh Yuwono, M.Pol., Admin.
Dekan FISIP ULM Dr. Saladin Ghalib, M.A., dalam sambutannya menyampaikan, apapun jalan yang dilalui oleh kepemimpinan pemda saat ini, kesejahteraan untuk masyarakat haruslah menjadi prioritas utama yang harus dicapai oleh pemda. Oleh karena itu, FISIP ULM khususnya Jurusan Ilmu Pemerintahan siap menjadi motor penggerak dalam mendukung pemerintahan daerah mencapai program-program prioritasnya tersebut di Kalimantan Selatan.
Dalam paparannya, Gubernur Kalimantan Selatan, yang dalam hal ini diwakili oleh Asisten I Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Dr. Sutardjo, menekankan bahwa tugas dan fungsi pemerintahan daerah harus benar-benar mencerminkan Urusan Pemerintahan yang mencakup tiga unsur utama yakni Absolut, Konkruen dan Pemerintahan Umum secara berimbang. Jangan sampai terjadi over-lapping antara elemen pemerintahan, baik secara vertical maupun horizontal.
Setia Budhi, Ph.D yang menjadi narasumber kedua, mencoba untuk mengkritisi kepemimpinan daerah dalam era Otonomi Daerah mengalami gelombang pasang surut. Baginya, UU Otonomi Daerah memberi peluang lahirnya kepemimpinan profesional, namun di satu sisi juga berimplikasi pada menguatnya kepemimpinan pragmatis yang terjebak pada rent-seeking activity. Asal muasal kepemimpian pragmatis seperti ini dipengaruhi oleh sistem pemilihan kepala daerah yang mengandalkan basis kapital. Muara logika yang terbangun, tidaklah penting apakah seseorang sudah layak menjadi pemimpin, tetapi seberapa banyak kontribusi kapital mengalir pada lembaga partai politik. Oleh sebab itu maka seluruh elemen masyarakat harus pro aktif dalam mengawal dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kalangan akademik juga harus mengambil peran dalam dalam suksesi kepemimpinan kepala daerah yang lebih efisien dalam cost politik, sehingga biaya-biaya politik yang dikeluarkan, bisa dialihkan pada program-program peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dr. Teguh Yuwono M.Pol. Admin, narasumber III yang merupakan akademisi FISIP Universitas Diponegoro menjelaskan bahwa UU baru tentang pemda menempatkan Pusat jauh lebih berkuasa. Menurutnya, hal ini merupakan konsekuensi logis dari Sistem Negara Kesatuan, dimana ultimate authority berada di tangan pemerintah pusat. Namun pemerintah daerah juga jangan berkecil hati, sebab pemda masih berpeluang untuk inovasi tata kelola pemerintahan daerah yang berbasis pada kemajuan dan kondisi daerah. Local wisdom, Local Resource dan Local Innovation menjadi kunci dalam kepemimpinan pemda sekarang ini.
Dalam pengalaman risetnya di Jawa Tengah, sukses inovasi tata kelola pemerintahan ditentukan oleh Leader berkarakter (pemimpin blusukan), Strong leadership (kepemimpinan), Bureaucratic Institutionalized Capacity dan Tradisi masyarakat (civil society tradition).
Sebagai closing statement-nya Teguh Yuwono menegaskan, perdebatan tentang titik tekan mana yang lebih penting antara desentralisasi atau sentralisasi, bukan lagi sebuah hal menarik jika pemda mampu bekerja secara profesional dan berinovasi untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat daerah. (HumasULM/Pathur)