Inilah 8 Area Perubahan Reformasi Birokrasi
Oleh Prof Sutarto Hadi
Dalam beberapa kesempatan saya sering menyebut istilah Reformasi Birokrasi. Bahkan dalam berbagai kesempatan rapat bersama pimpinan dan staf saya menekankan pentingnya reformasi birokrasi. Istilah ini memang baru beberapa tahun belakangan ini kita gaungkan, karena desakan dan adanya kewajiban untuk melaksanakannya.
Sebenarnya apa sih reformasi birokrasi itu? Reformasi birokrasi secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai upaya kita semua (khususnya badan publik) untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Upaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik tersebut dapat diterjemahkan melalui peningkatan profesionalisme pegawai dan komitmen untuk mewujudkan tata kelola yang baik (good governance).
Nah, dalam kaitan dengan ULM sebagai sebuah Lembaga Pendidikan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang Pendidikan tinggi, maka dosen dan pegawai harus menjadi pelayan yang memiliki kepedulian terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Dalam hal ini termasuk juga unsur pimpinan baik di rektorat maupun di fakultas dan lembaga.
Mengapa reformasi birokrasi ini menjadi penting? Beberapa permasalahan masih ditemukan dan dirasakan oleh masyarakat ketika berurusan dengan aparat. Mungkin orang sering mengalami bagaimana kecewanya ketika tidak dilayani dengan baik, lambat, dilayani dengan wajah cemberut, di ping pong dari satu meja ke meja yang lain, dlsb. Ini hanya salah satu contoh dari pola pikir dan budaya kerja birokrasi yang belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang profesional.
Beberapa permasalahan lain yang juga sering ditemui seperti pelaksanaan program dan kegiatan belum sepenuhnya didasarkan atas prosedur yang baku dan terstandarisasi. Kualitas pelayanan publik masih belum memenuhi harapan masyarakat. Sistem pengawasan internal belum mampu berperan sebagai quality assurance. Sistem monitoring, evaluasi, dan penilaian belum dibangun dengan baik. Praktik manajemen SDM belum optimal meningkatkan profesionalisme. Selain itu, terdapat permasalahan berupa tumpang tindih peraturan perundang-undangan di bidang aparatur negara, tidak sesuai dengan kondisi saat ini, serta fungsi dan kewenangan antar instansi pemerintah tumpah tindih, berbenturan, terlalu besar.
Tujuan reformasi birokrasi sebagai mana saya singgung di atas adalah perubahan pola pikir dan budaya kerja. Birokasi yang baik harus didukung oleh profil dan perilaku apparatur negara yang memiliki integritas, produktivitas, tanggung jawab, dan kesanggupan memberikan pelayanan prima.
Pada intinya, kalau saat ini pemerintahan belum bersih, kurang akuntabel dan berkinerja rendah, maka setelah dilakukan reformasi birokrasi akan tercipta pemerintahan yang bersih, akuntabel dan berkinerja tinggi. Jika saat ini pemerintahan belum efektif dan efisien, maka setelah reformasi birokrasi lahir pemerintahan yang efektif dan efisien. Jika saat ini pelayanan publik masih buruk, maka setelah reformasi birokrasi diharapkan pelayanan publik semakin baik dan berkualitas.
Ada 8 area perubahan reformasi birokrasi, yaitu:
- Mental aparatur: terciptanya budaya kerja yang positif bagi birokrasi yang melayani, bersih, dan akuntabel.
- Organisasi: organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran.
- Tata laksana: sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.
- Peraturan perundang-undangan: regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih, dan kondusif.
- Sumber daya manusia aparatur: SDM aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi, dan sejahtera.
- Pengawasan: meningkatnya penyelenggaraan pemerintah yang bebas KKN.
- Akuntabilitas: meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.
- Pelayanan publik: pelayanan yang prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat.